Masuknya Jin ke dalam Tubuh Manusia (Kesurupan)
dan Pengobatannya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى
الدَّمِ
“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada
tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab
Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)
Fenomena kesurupan masih mengundang perdebatan hingga
saat ini. Kalangan yang menolak, (lagi-lagi) masih menggunakan alasan klasik
yakni “tidak bisa diterima akal”. Semoga, kajian berikut bisa membuka
kesadaran kita bahwa syariat Islam sejatinya dibangun di atas dalil, bukan
penilaian pribadi atau logika orang per orang.
Muqaddimah
Peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia masih
menjadi teka-teki bagi sebagian orang. Peristiwa yang lebih dikenal dengan
istilah kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan) ini acap kali menjadi
polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen. Sehingga sekian persepsi
bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan
dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai
perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan.
Para pembaca yang mulia, sebagai muslim sejati yang
berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya,
tentunya prinsip ‘berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbeda pendapat’ haruslah
selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
kalam-Nya nan suci:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ
تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali
(agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali ‘Imran: 103)
Al-Imam Al-Qurthubi berkata: “Allah Subhanahu wa
Ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an)
dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan.
Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al-Qur`an dan
As-Sunnah secara keyakinan dan amalan…” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/105)
Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh
Islam. Berangkat dari sini, maka kami bermaksud menyajikan –di tengah-tengah
anda– beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin
ini. Dengan harapan, ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan
pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal ‘Alamin…
Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
rahimahullahu
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
rahimahullahu berkata: “Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang haus
akan petunjuknya. Amma ba’du:
Pada bulan Sya’ban tahun 1407 H, sejumlah surat kabar
lokal dan nasional telah memuat berita ada yang ringkas dan ada yang detail tentang
masuk Islamnya sejumlah jin di hadapanku di kota Riyadh, yang sedang merasuki
tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya, jin tersebut telah mengumumkan
keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-‘Amri, seorang
penduduk kota Riyadh. Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada wanita yang
kerasukan itu dan berdialog dengan jin itu serta mengingatkan bahwa
perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan, saudara
Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh,
kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.
Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si
wanita kepadaku, agar aku turut menyaksikan keislaman jin tersebut. Mereka pun
datang kepadaku.
Aku menanyai jin tersebut tentang sebab-sebab dia
masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor
penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu, akan tetapi suaranya
adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang
duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuannya,
dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.
Sebagian masyayikh (para ulama) pun menyaksikan
kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan jin tersebut yang telah
menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama
Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak
menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: “Aku merasa
puas dengan agama Islam.”
Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya
untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah. Dia
menjanjikan hal itu, lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir
yang dia katakan ketika itu: “Assalamu’alaikum”. Setelah itu, barulah si wanita
mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta
kebugaran pada tubuhnya.
Selang sebulan atau lebih, si wanita ini datang
kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki, paman, dan saudarinya. Dia
mengabarkan bahwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah jin itu
tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya
saat kemasukan jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh
pikiran-pikiran kotor yang bertentangan dengan syariat. Pikirannya selalu
condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama
tersebut. Kini, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari
gangguan jin tersebut, sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.
Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh
‘Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah
penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si
wanita dan bukan dari ucapan jin sama sekali. (Seketika itu juga –pen.),
kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan jin tersebut. Setelah kudengarkan
secara seksama, aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara jin. Sungguh aku
sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi,
bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan
pertanyaan kepada jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana
mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa
ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement
yang sulit untuk diterima.
Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa
masuk Islamnya seorang jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:
وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَََحَدٍ مِنْ
بَعْدِي
“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak
dimiliki seorang pun sesudahku.” (Shad: 35)
Tidak diragukan lagi, pernyataan di atas merupakan
kesalahan dan pemahaman yang keliru, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
memberinya hidayah.
Masuk Islamnya seorang jin oleh manusia tidaklah
menyelisihi doa Nabi Sulaiman (di atas). Karena sungguh telah banyak jin yang
masuk Islam (dalam jumlah besar) melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat
Al-Ahqaf dan Al-Jin. Demikian pula telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan
Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَّدَ عَلَيَّ
لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِيَ اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ
هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا
إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ {رَبِّ هَبْ لِيْ
مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي}، فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا. هَذَا
لَفْظُ الْبُخَارِي
“Sesungguhnya setan telah menampakkan diri di
hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan
kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku
dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di
sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat
akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi, anugerahkanlah
kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku’. Maka Allah
mengusirnya dalam keadaan hina.” Demikianlah lafadz yang diriwayatkan
Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al-Imam Muslim adalah sebagai berikut:
إِنَّ عِفْرِيْتًا مِنَ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ
عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلاَةَ وَإِنَّ اللهَ أَمْكَنَنِيْ
مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ
مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ
أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِيْ سُلَيْمَانَ {رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا
لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي} فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِئًا.
“Sesungguhnya ‘Ifrit dari kalangan jin telah
menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca:
mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh,
sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua
dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak
dimiliki seorang pun sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.”
Para pembaca yang budiman, peristiwa masuknya
jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan, telah ada keterangannya
di dalam Kitabullah (Al-Qur`an), Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan ijma’ (kesepakatan) umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan
bagi orang yang tergolong intelek (berpendidikan) untuk mengingkarinya tanpa
berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada
sebagian ahli bid’ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Wallahul musta’an walaa haula walaa quwwata illa billah. Akan aku sajikan untuk
anda –wahai pembaca– beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini, insya
Allah.
Berikut ini pernyataan para mufassir (ahli tafsir)
berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ
إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri
(bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
-Al-Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata:
“Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia, yang
mana setan merasukinya hingga menjadi gila (rusak akalnya).”
-Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu:
“Yaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut مَمْسُوْسٌ (gila/hilang akal) jika
dia menjadi gila atau rusak akalnya.”
-Al-Imam Ibnu Katsir berkata: “Orang-orang pemakan
riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan
seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya, yaitu berdiri
dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma
berkata: ‘Seorang pemakan riba akan dibangkitkan (dari kuburnya) di hari kiamat
dalam keadaan gila (rusak akalnya).’ (Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Abi
Hatim). Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik, Sa’id bin
Jubair, As-Suddi, Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan Muqatil bin Hayyan (tentang ayat
tersebut).”
-Al-Imam Al-Qurthubi berkata: “Di dalam ayat ini
terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya
kesurupan jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses
alamiah yang terjadi pada tubuh manusia, serta rusaknya anggapan bahwa setan
tidak dapat merasuki tubuh manusia.”
Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini
cukup banyak. Barangsiapa yang mencari, insya Allah akan mendapatkannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam
kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi ‘Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam
Majmu’ Fatawa (19/9-65), –setelah berbicara beberapa hal– berkata: “Oleh karena
itu, sekelompok orang dari kalangan Mu’tazilah semacam Al-Jubba’i, Abu Bakr
Ar-Razi, dan yang semisalnya, mengingkari peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh
orang yang kesurupan, namun tidak mengingkari adanya jin. Hal itu (menurut
mereka) karena dalil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil
yang menunjukkan tentang adanya jin, walaupun sesungguhnya (pendapat) mereka
itu keliru. Karena itu, Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari menyebutkan dalam Maqalat
Ahlis Sunnah Wal Jama’ah bahwasanya mereka (yakni Ahlus Sunnah) menyatakan:
“Sesungguhnya jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ
إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri
(bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata:
“Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang
mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku
berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui
mulut orang yang kesurupan.’ Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang
lebar pada tempatnya.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam
Majmu’ Fatawa (24/276-277) juga mengatakan: “Keberadaan jin merupakan perkara
yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam serta kesepakatan salaful ummah (para pendahulu umat ini) dan para
ulamanya. Demikian pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia, juga merupakan
perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ
إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat
berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang
kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى
الدَّمِ
“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada
tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab
Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata:
“Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang
mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku
berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui
mulut orang yang kesurupan.’
Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang
masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan
sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia
tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan,
niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang
diucapkannya. Seorang yang kesurupan, terkadang dapat menarik tubuh orang lain
yang sehat. Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya, serta dapat
memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan
sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya, niscaya meyakini bahwa yang
berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan
benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para
imam yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan.
Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut
berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada
dalil-dalil syar’i yang menafikannya.”-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah-
Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad Fi
Hadyi Khairil ‘Ibad (4/66-69) berkata: “Kesurupan ada dua macam:
1. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat
yang ada di muka bumi ini.
2. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik yang
amat buruk.
Jenis kedua inilah yang dibahas oleh para dokter,
berikut faktor penyebab dan cara pengobatannya.
Adapun kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh
jahat (di antaranya jin/setan, -pen), para pemuka dan ahli kedokteran juga
mengakui eksistensinya. Menurut mereka, pengobatannya harus dengan roh-roh yang
mulia lagi baik agar dapat melawan roh-roh yang jahat lagi jelek itu. Sehingga
dapat mengatasi pengaruh-pengaruh buruknya, bahkan dapat membatalkan tindak
kejahatannya.
Keyakinan semacam ini telah dinyatakan oleh Buqrath
(Hipocrates) dalam beberapa bukunya, berikut beberapa jenis pengobatan untuk
kesurupan. Buqrath mengatakan: ‘Pengobatan ini hanya berfungsi untuk
kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik dan masuknya zat-zat tertentu ke
dalam tubuh. Sedangkan kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh-roh jahat
(termasuk jin/setan), maka pengobatan di atas tidaklah bermanfaat.’
Adapun sebagian dokter yang bodoh dan rendah –terlebih
yang mengagungkan paham zandaqah (zindiq/kafir, tidak percaya pada Allah
Subhanahu wa Ta’ala)– mengingkari kesurupan. Mereka juga tidak mengakui adanya
efek buruk roh-roh tersebut terhadap tubuh orang yang kesurupan. Mereka
sesungguhnya telah dikuasai oleh kebodohan. Sebab menurut ilmu kedokteran
sendiri, jenis kesurupan semacam ini benar-benar ada dan tidak ada alasan untuk
mengingkarinya. Terlebih bila keberadaannya dapat dibuktikan pula oleh panca
indra dan realita.
Berkenaan dengan klaim para dokter tersebut bahwa
kesurupan itu diakibatkan oleh gangguan fisik, memang bisa dibenarkan. Namun
hal ini berlaku pada sebagian jenis kesurupan saja dan tidak secara
keseluruhan.” –Hingga perkataan beliau–: “Kemudian datanglah para dokter
dari kalangan zanadiqah yang tidak mengakui adanya kesurupan kecuali yang
diakibatkan oleh gangguan fisik saja. Orang yang berakal dan mengetahui (hal
ihwal) roh berikut gangguannya, akan tertawa melihat kebodohan dan lemahnya
akal mereka (para dokter) itu.
Untuk mengobati kesurupan jenis ini, perlu
memperhatikan dua hal:
1. Berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu
sendiri.
2. Berkaitan dengan orang yang mengobatinya.
Adapun yang berkaitan dengan diri orang yang kesurupan
itu sendiri, maka dengan kekuatan jiwanya dan kemantapannya dalam menghadap
Pencipta roh-roh tersebut (yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala) serta
kesungguhannya dalam meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yang berpadu antara hati dan lisannya. Karena kondisinya ibarat pertempuran,
yang mana seseorang tidak akan mampu menundukkan musuhnya dengan senjata yang dimilikinya
kecuali bila terpenuhi dua hal: senjatanya benar-benar tajam, dan ayunan
tangannya benar-benar kuat. Di saat kurang salah satunya, maka senjata itu pun
kurang berfungsi. Lalu bagaimana jika tidak didapati kedua hal tersebut?! Di
mana hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, dan kemantapan dalam
menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu lebih dari itu, yakni dia tidak
memiliki senjata.”
Sedangkan yang berkaitan dengan orang yang mengobati,
dia pun harus memiliki dua hal yang telah disebutkan di atas. Sampai-sampai
(ketika kedua hal tersebut telah terpenuhi, -pent.) di antara orang yang
mengobati itu ada yang cukup mengatakan (kepada jin/setan tersebut): ‘Keluarlah
darinya!’ atau ‘Bismillah’ atau ‘Laa haula wala quwwata illa billah.’ Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah mengatakan: ‘Keluarlah wahai musuh
Allah Subhanahu wa Ta’ala! Aku adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Aku (Ibnul Qayyim, -pent.) pernah menyaksikan Syaikh
kami (yakni Ibnu Taimiyyah, -pent.) mengutus seseorang kepada orang yang sedang
kesurupan, untuk menyampaikan kepada roh (jin) yang ada pada diri orang yang
kesurupan itu: “Syaikh menyuruhmu untuk keluar (dari tubuh orang ini),
karena perbuatan itu tidak halal bagimu!” Seketika itu sadarlah orang yang
kesurupan tersebut. Dan terkadang beliau menanganinya sendiri. Ada kalanya roh
itu jahat, sehingga untuk mengusirnya pun harus dengan pukulan. Ketika orang
yang kesurupan itu tersadar, dia tidak merasakan rasa sakit akibat pukulan
tersebut.
Sungguh kami dan yang lainnya sering kali menyaksikan
beliau rahimahullahu melakukan pengobatan semacam itu.” –Hingga perkataan
beliau–: “Secara garis besar, kesurupan jenis ini berikut pengobatannya
tidaklah diingkari kecuali oleh orang yang minim ilmu, akal, dan pengetahuannya.
Kebanyakan masuknya roh-roh jahat ini ke dalam tubuh
seseorang disebabkan minimnya agama dan kosongnya hati serta lisan dari hakekat
dzikir, permintaan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta
pembentengan keimanan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sehingga ketika ia tidak lagi memiliki senjata dan kosong sama sekali
dari pembentengan diri, masuklah roh-roh jahat itu kepadanya.” -sekian nukilan
dari Ibnul Qayyim-
Dari beberapa dalil syar’i yang telah kami sebutkan
dan juga ijma’ ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah tentang
kemungkinan masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan), maka menjadi
jelaslah bagi para pembaca akan batilnya pernyataan orang-orang yang
mengingkari permasalahan ini. Menjadi jelas pula kekeliruan Asy-Syaikh ‘Ali
Ath-Thanthawi dalam pengingkarannya tersebut. Dia berjanji untuk rujuk kepada
kebenaran kapan pun tampak baginya. Maka dari itu, hendaknya dia kembali kepada
kebenaran setelah membaca keterangan kami. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengaruniakan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua.” (Dikutip dan
diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masa`il Al-‘Ashriyyah min
Fatawa ‘Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1586-1595)
Penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
rahimahullahu
Suatu hari Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
rahimahullahu ditanya: “Adakah dalil yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke
dalam tubuh manusia?”
Beliau menjawab: “Ya. Ada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah
yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia.
Dari Al-Qur`anul Karim, adalah firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ
إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat
berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang
kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Orang-orang
pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat
melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya.”
Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى
الدَّمِ
“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada
tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab
Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)
Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullahu dalam Maqalat
Ahlis Sunnah Wal Jama’ah berkata: “Bahwasanya mereka yakni Ahlus Sunnah
menyatakan: ‘Sesungguhnya jin dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan’.”
Beliau berdalil dengan ayat (275 dari surat Al-Baqarah) di atas.
Abdullah bin Al-Imam Ahmad rahimahumallahu berkata: “Aku
pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan
bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata:
‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut
orang yang kesurupan.’
Ada beberapa hadits dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad dan Al-Baihaqi: “Bahwasanya
seorang bocah gila didatangkan di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (kepada jin yang merasukinya,
-pent) :Keluarlah wahai musuh Allah! Aku adalah Rasulullah.’ Maka sembuhlah
bocah tersebut.” (Al-Musnad, no. 17098, 1713)
Dari sini engkau dapat mengetahui bahwa permasalahan
masuknya jin ke dalam tubuh manusia ada dalilnya dari Al-Qur`anul Karim dan
juga dua dalil dari As-Sunnah.
Inilah sesungguhnya pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah
dan para imam dari kalangan as-salafush shalih. Realita pun membuktikannya.
Walaupun demikian kami tidak mengingkari adanya penyebab lain bagi penyakit
gila seperti lemahnya syaraf atau rusaknya jaringan otak, dll.” (Dikutip dan
diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masa`il Al-‘Ashriyyah Min
Fatawa ‘Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1563-1564)
Penutup
Pembaca yang budiman, demikianlah sajian ilmu dari dua
ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah jaman ini seputar permasalahan kesurupan
atau kerasukan jin (baca: setan), yang berpijak di atas dalil dari Al-Qur`an,
As-Sunnah, dan ijma’ para ulama terpercaya umat Islam. Adapun kesimpulannya,
sebagai berikut:
1. Keberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut
Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan
salaful ummah dan para ulamanya.
2. Masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan/
kerasukan setan), benar pula adanya menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya
serta realita pun membuktikannya.
3. Para pemuka dan ahli kedokteran pun mengakui
adanya peristiwa kesurupan jin, sebagaimana keterangan Al-Imam Ibnul Qayyim
di atas. Sehingga, barangsiapa mengklaim bahwasanya syariat ini telah
mendustakan adanya kesurupan jin berarti dia telah berdusta atas nama syariat
itu sendiri.
4. Masuk Islamnya jin melalui seorang manusia,
diperbolehkan dalam syariat Islam. Hal ini sama sekali tidak bertentangan
dengan doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:
وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَََحَدٍ مِنْ
بَعْدِي
“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak
dimiliki seorang pun sesudahku.”
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar